Dua Kali Terjerat Narkoba, Kuwu Palimanan Barat Disorot: Agung Sulistio Desak Aparat Tegakkan Hukum Tanpa Tebang Pilih
Cirebon. Katatribun.id
Pada hari jumat tgl 17 Oktober 2025.Ketua Umum Gabungan Media Online Cetak Ternama (GMOCT), Agung Sulistio, angkat suara terkait dugaan keterlibatan Kuwu Palimanan Barat, Subhan Nurakhir, dalam dua kasus narkoba. Sebagai Pemimpin Redaksi Sahabat Bhayangkara Indonesia (SBI) dan Ketua DPP II LPK-RI, Agung menegaskan bahwa persoalan ini tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa proses hukum yang jelas. Ia menyatakan, publik wajar mempertanyakan integritas aparat penegak hukum jika seorang kepala desa dapat lolos dari jerat pidana setelah dua kali diamankan pihak kepolisian. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur tegas sanksi pidana dan rehabilitasi bagi penyalahguna maupun pihak yang terlibat, sehingga tidak boleh ada pengecualian bagi pejabat publik.
Dugaan praktik “86” semakin menguat setelah laporan ringsatu.id menyebut adanya pengakuan Subhan pada 26 September 2025 tentang pembayaran Rp30 juta untuk mengurus perkara narkoba yang menjeratnya. Jika benar terjadi, tindakan ini dapat dikualifikasikan sebagai suap atau obstruction of justice. Pasal 5, Pasal 11, dan Pasal 12 Undang-Undang Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001) secara jelas mengatur pidana bagi pemberi dan penerima suap. Agung menilai, kesan kebal hukum seperti ini mencederai asas equality before the law dan meruntuhkan kredibilitas sistem peradilan pidana di mata masyarakat.
Selain perkara narkoba, dugaan penyelewengan Dana Desa (DD) dan Pendapatan Asli Desa (PAD) Palimanan Barat turut mencuat. Sekitar 30 persen kegiatan disebut fiktif berdasarkan selisih antara laporan anggaran dan kondisi di lapangan. Jika terbukti, perbuatan tersebut dapat dijerat Pasal 3 dan Pasal 8 UU Tipikor, serta melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri Nomor 20 Tahun 2018. Agung menyebut hal ini sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan dan potensi kerugian keuangan negara yang harus segera diusut oleh aparat berwenang.
Tidak hanya itu, sikap tertutup Subhan terhadap awak media juga disorot tajam. Menurut Agung, tindakan menghindari konfirmasi publik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sebagai pejabat desa, Subhan memiliki kewajiban memberi akses informasi, bukan justru melarikan diri dari pertanyaan media. Agung menegaskan, jika inspektorat dan aparat daerah terus diam, maka krisis kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin dalam.
Sebagai langkah konkret, Uyun Saeful Yunus menyatakan akan mengajukan laporan resmi ke BNN, Divisi Propam Polri, Kejaksaan Agung, KPK, Bupati Cirebon, dan Inspektorat Jawa Barat. Agung mendukung penuh upaya tersebut dan meminta agar seluruh aparat penegak hukum bertindak tegas tanpa kompromi. Ia menegaskan bahwa indikasi penyalahgunaan narkoba, praktik suap, dan korupsi dana desa harus disikat habis demi mencegah preseden buruk dalam tata kelola pemerintah desa dan menjaga marwah penegakan hukum di daerah.
Posting Komentar