Dugaan Pelanggaran Tata Ruang Tambak Udang Vaname, Ketegasan Pemkab Pemalang dan Dinas PUPR Disorot
Pemalang (GMOCT) - Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT) mendapatkan informasi terkait kasus ini dari media online Kabarsbi yang tergabung di organisasi tersebut.
Pemimpin Redaksi SBI, Agung Sulistio, bersama Bambang L.A. Hutapea, S.H., M.H., C.Med, selaku kuasa hukum Kepala Desa Nyamplungsari, Kecamatan Petarukan, Kabupaten Pemalang, secara tegas menyoroti lambannya respons Pemerintah Kabupaten Pemalang dan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) terkait keberadaan dan aktivitas tambak udang vaname yang diduga melanggar ketentuan tata ruang.
Pihaknya menyampaikan bahwa dua surat resmi telah dilayangkan kepada Pemkab Pemalang dan Dinas PUPR, yang pada intinya meminta penghentian kegiatan serta penjatuhan sanksi administratif terhadap tambak udang vaname di wilayah Desa Nyamplungsari. Surat tersebut dikirimkan bukan tanpa dasar, melainkan berdasarkan rujukan dan rekomendasi Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah, yang sebelumnya menangani perkara tersebut dan melimpahkan tindak lanjut penanganan kepada pemerintah daerah sesuai kewenangannya.
Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban resmi maupun langkah konkret dari Pemkab Pemalang maupun Dinas PUPR, meskipun permohonan telah disampaikan secara formal dan berulang. Sikap diam tersebut dinilai mencederai prinsip kepastian hukum, akuntabilitas pemerintahan, serta penegakan peraturan perundang-undangan di daerah.
“Ini bukan persoalan opini atau kepentingan sepihak, melainkan persoalan penegakan hukum tata ruang yang secara normatif sudah sangat jelas,” tegas kuasa hukum.
Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan landasan hukum yang tegas. Pasal 61 huruf c mewajibkan setiap orang menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Selanjutnya, Pasal 62 hingga Pasal 64 mengatur secara eksplisit bahwa pelanggaran terhadap ketentuan tata ruang dapat dikenai pembinaan, sanksi administratif, hingga sanksi pidana.
Bahkan, Pasal 69 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 menegaskan bahwa setiap orang atau pelaku usaha yang tidak menaati rencana tata ruang sehingga mengakibatkan perubahan fungsi ruang, diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Dengan dasar hukum yang demikian terang, Pimred SBI dan kuasa hukum Kepala Desa Nyamplungsari mempertanyakan alasan tidak segera dilakukannya tindakan penghentian kegiatan maupun penjatuhan sanksi administratif oleh Dinas PUPR dan Pemerintah Kabupaten Pemalang. Kondisi ini memunculkan dugaan adanya pembiaran terhadap aktivitas yang berpotensi melanggar hukum.
Kuasa hukum menegaskan bahwa perlindungan kepentingan masyarakat desa, kelestarian tata ruang, serta supremasi hukum harus menjadi prioritas utama pemerintah daerah, bukan justru dikaburkan oleh sikap pasif dan tidak responsif.
“Oleh karena itu, kami mendesak Pemkab Pemalang dan Dinas PUPR untuk segera memberikan jawaban resmi dan tindakan tegas sesuai peraturan perundang-undangan. Apabila tidak ada kejelasan dalam waktu dekat, kami akan menempuh upaya hukum dan administratif lanjutan, termasuk melaporkan dugaan pembiaran ini kepada instansi pengawas dan otoritas yang lebih tinggi,” tegasnya.
#noviralnojustice
Team/Red (Kabarsbi)
GMOCT: Gabungan Media Online dan Cetak Ternama
Editor:

Posting Komentar